Ketika
ada seseorang bertanya kepada Tuhan Yesus, “Guru, apa yang harus kuperbuat
untuk memperoleh hidup yang kekal?”, maka jawabannya adalah, “Kasihilah Tuhan,
Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap kekuatanmu
dan dengan segenap akal budimu, dan kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu
sendiri.” (Lukas 10:27).
Hukum
kasih inilah yang disebut Tuhan Yesus sebagai hukum yang terutama dan yang
pertama. Maka, tidak bisa tidak, sebagai murid Kristus kehidupan kita pun harus
berbuah dalam kasih. Tentang mengasihi Tuhan, saya sudah menuliskan dengan
judul “Mengasihi Tuhan dengan segenap”, . ...Maka, saya
ingin membahasa tentang mengasihi sesama dari sudut pandang Lukas 10:29-37.
- (29) Tetapi untuk membenarkan dirinya orang itu berkata kepada Yesus: “Dan siapakah sesamaku manusia?”
- (30) Jawab Yesus: “Adalah seorang yang turun dari Yerusalem ke Yerikho; ia jatuh ke tangan penyamun-penyamun yang bukan saja merampoknya habis-habisan, tetapi yang juga memukulnya dan yang sesudah itu pergi meninggalkannya setengah mati.
- (31) Kebetulan ada seorang imam turun melalui jalan itu; ia melihat orang itu, tetapi ia melewatinya dari seberang jalan.
- (32) Demikian juga seorang Lewi datang ke tempat itu; ketika ia melihat orang itu, ia melewatinya dari seberang jalan.
- (33) Lalu datang seorang Samaria, yang sedang dalam perjalanan, ke tempat itu; dan ketika ia melihat orang itu, tergeraklah hatinya oleh belas kasihan.
- (34) Ia pergi kepadanya lalu membalut luka-lukanya, sesudah ia menyiraminya dengan minyak dan anggur. Kemudian ia menaikkan orang itu ke atas keledai tunggangannya sendiri lalu membawanya ke tempat penginapan dan merawatnya.
- (35) Keesokan harinya ia menyerahkan dua dinar kepada pemilik penginapan itu, katanya: Rawatlah dia dan jika kaubelanjakan lebih dari ini, aku akan menggantinya, waktu aku kembali.
- (36) Siapakah di antara ketiga orang ini, menurut pendapatmu, adalah sesama manusia dari orang yang jatuh ke tangan penyamun itu?”
- (37) Jawab orang itu: “Orang yang telah menunjukkan belas kasihan kepadanya.” Kata Yesus kepadanya: “Pergilah, dan perbuatlah demikian!”
Mungkin
saat ini kita beranggapan bahwa apa yang ditanyakan oleh orang itu agak aneh, “Siapakah
sesamaku manusia?”. Bagaimana orang ini bisa tidak tahu siapa sesamanya. Tetapi
ingat bahwa dalam tradisi Yahudi waktu itu, ada kelas-kelas dalam kemanusiaan.
Bagi bangsa Israel
waktu itu, Yahudi adalah umat pilihan Allah, suku bangsa yang tertinggi,
sementara bangsa lain adalah bangsa yang najis dan berdosa. Bahkan di dalam
bangsa Yahudi sendiri ada penggolongan-penggolongan kelas sosial.
Itulah
sebabnya dalam jawabannya Tuhan Yesus juga menguraikan penggolongan kelas-kelas
ini, seperti seorang imam, seorang Lewi, dan seorang Samaria. Apakah orang Kristen sekarang ini
juga jatuh dalam pertanyaan yang sama? Kehilangan makna sejati tentang sesama
manusia. Jangan-jangan kita memandang sesama adalah mereka yang punya status
sosial sama dengan kita. Ataukah kita juga sama dengan imam dan orang Lewi itu?
Yang hanya ingin tahu, tapi memilih menjaga jarak, tanpa mau mengasihi, karena
tidak mau direpotkan.
Memang,
mengasihi pun ada harga dan resikonya. Berapa banyak uang yang harus
dikeluarkan oleh orang Samaria
itu untuk mengasihi, dengan harapan nol bahwa dia akan mendapat balasannya.
Belum lagi ada pertanyaan, bagaimana jika para penyamun itu masih bersembunyi
di dekat sana, dan juga merampok orang Samaria itu?
Tuhan
Yesus menegaskan mengasihi sesama manusia ini dalam Matius 7:12, “Segala
sesuatu yang kamu kehendaki supaya orang perbuat kepadamu, perbuatlah demikian
juga kepada mereka“.