Kata "melayani" tentunya sudah tidak asing lagi bagi kita, orang
Kristen. Dalam Alkitab, kita bisa menemukan banyak sekali tokoh yang
melayani Tuhan. Bahkan, Yesus yang adalah Allah juga melayani
hamba-hamba-Nya.
Hal paling mendasar yang harus dilakukan setiap orang, baik kepada Tuhan
maupun sesama adalah kesediaan untuk melayani. Namun, tidak semua
pelayanan adalah berkenan di hadapan Tuhan. Ada hal-hal yang harus
diperhatikan. Berikut ini adalah empat di antaranya.
1 Pengorbanan diri.
Kristus
datang ke dunia untuk melayani, bukan untuk dilayani. Dia menginginkan
umat-Nya bergerak dengan hati yang melayani. Pengorbanan diri berarti
mengarahkan pikiran pada kebutuhan orang lain, dan berusaha memenuhinya
sekali pun harus mengorbankan kepentingan diri pribadi. Bersiaplah untuk
mengorbankan apa yang ada dalam hidup Anda -- tenaga, uang, waktu,
kenyamanan, bahkan hidup Anda sendiri -- sebelum Anda melayani orang
lain, karena melayani identik dengan pengorbanan.
2 Belas kasih yang nyata.
Kasih
hendaknya menjadi penggerak utama untuk kita melayani sesama, bukan
karena program gereja atau karena orang lain. Kasih sejati selalu
disertai tindakan nyata, seperti yang ditunjukkan dalam perumpamaan
tentang orang Samaria yang baik hati. Ia rela mengotori tangannya demi
yang membutuhkan, tanpa memandang latar belakang orang itu (Lukas
10:25-37). Di akhir perumpamaan-Nya, Yesus berkata, "Pergilah, dan
perbuatlah demikian!"
3 Kesediaan hati.
Kesediaan hati
atau kerelaan diperlukan untuk dapat melayani orang lain. Kerelaan hati
juga berarti melakukan sesuatu dengan sukarela, tanpa mengharapkan
imbalan, atau mencari keuntungan. Kesediaan memberi hendaknya dilakukan
dengan apa yang kita punya, bukan dengan apa yang tidak kita punyai.
"Sebab jika kamu rela untuk memberi, maka pemberianmu akan diterima,
kalau pemberianmu itu berdasarkan apa yang ada padamu, bukan berdasarkan
apa yang tidak ada padamu." (2 Korintus 8:12)
4. Melayani dengan tekun.
Hidup
melayani orang lain tidak dilakukan dalam masa yang singkat, melainkan
akan berlangsung sepanjang kehidupan kita. Melayani dengan ketekunan dan
kesabaran ibarat aliran air yang menyegarkan tanah yang haus, sedangkan
pelayanan tanpa ketekunan ibarat banjir yang menerjang sehingga
menyebabkan bencana tanah longsor. Layanilah orang lain dengan penuh
kesabaran dan ketekunan, sehingga pelayanan kita dapat bermanfaat dan
dirasakan orang lain. Selamat melayani!
Rabu, 22 Februari 2012
PESAN YANG MEREMEHKAN
Salah satu tugas orang tua adalah
memampukan anak-anaknya untuk menilai diri mereka sendiri, seperti
halnya Tuhan menilai mereka. Sarana utama untuk mencapainya adalah
melalui pesan yang membangun, baik dengan perkataan, sikap, maupun
perbuatan. Jika Anda mengisi kehidupan mereka dengan pesan-pesan yang
positif tentang arti hidup mereka bagi Anda dan bagi Tuhan, mereka akan
mengembangkan disiplin dan harga diri, dan menjadi orang dewasa yang
mandiri serta bertanggung jawab. Sayangnya, ada orang tua yang
menyampaikan pesan yang tidak membangun kepada anak-anak mereka,
sehingga memengaruhi cara anak menilai diri sendiri secara negatif dan
menganggap seperti itulah Tuhan menilai. Pesan seperti ini adalah pesan
yang merusak.
Pesan yang Meremehkan Tidak Dapat Ditoleransi
Pesan meremehkan yang ditujukan kepada seseorang, bisa mengurangi nilai sebenarnya dari orang tersebut. Apabila Anda menyampaikan perkataan yang meremehkan kepada anak-anak Anda, Anda tidak membangun harga diri mereka. Apa yang Anda sampaikan, dapat mengakibatkan mereka meragukan arti hidupnya bagi Anda dan bagi Tuhan.
Pada dasarnya, pesan yang meremehkan merupakan bentuk penyangkalan terhadap salah satu atau lebih dari hal-hal berikut:
1. Pesan yang meremehkan biasanya menyangkali keberadaan anak atau menyangkali sesuatu yang dia nilai atau takuti. Apabila Anda mengacuhkan anak Anda, itu berarti Anda menyampaikan pesan yang menyangkali keberadaannya. Apabila anak Anda mengatakan bahwa dia takut sendirian berada di kamar tidurnya yang gelap pada malam hari, dan Anda berkata, "Tidak ada yang perlu ditakuti", artinya Anda menyangkali adanya masalah yang sangat nyata baginya.
2. Pesan yang meremehkan menyangkali beratnya suatu masalah atau pentingnya suatu peristiwa dalam kehidupan seorang anak. Misalnya, anak laki-laki Anda tertekan dalam menyelesaikan tugas ilmiah dari sekolahnya, kemudian Anda berkata, "Itu bukan masalah yang besar", maka Anda menyangkali beratnya masalah dan pentingnya tugas yang dia hadapi.
3. Pesan yang meremehkan menyangkali bahwa masalah yang dihadapi anak dapat diselesaikan. Anda meremehkan anak Anda ketika Anda membuat pernyataan, "Lupakan saja, Johny, engkau tidak dapat berbuat apa-apa."
4. Pesan yang meremehkan menyangkali kemampuan anak untuk berhasil dalam bidang tertentu. Misalnya, Anda berkata kepada anak Anda, "Engkau tidak akan terpilih menjadi anggota tim sepak bola."
Ketika Anda menyangkal anak Anda dalam salah satu di antara keempat hal di atas, itu berarti Anda menyampaikan pesan yang meremehkan, yang menghambat perkembangan anak Anda untuk dapat menjadi dewasa dan mandiri.
Pesan yang Meremehkan Selama Waktu Krisis
Orang tua sering merasa bersalah karena menyampaikan pesan yang meremehkan pada waktu anak menghadapi krisis dalam kehidupannya. Salah satu hadiah yang sangat berharga yang dapat kita berikan kepada anak-anak kita adalah kemampuan untuk dapat menghadapi kehilangan. Kesedihan adalah bagian dari kehidupan. Tetapi, sering kali pengalaman krisis seorang anak lebih ringan dibandingkan krisis orang dewasa. Jadi, kita cenderung untuk menyampaikan pesan yang menyangkalinya, dan bukannya pesan yang membangun anak untuk menjalani pengalaman itu. Dengan demikian, kita meremehkan anak dan menghambat pertumbuhannya.
Saat anjing anak Anda mati, jangan berkata kepadanya, "Itu hanya seekor anjing dan ada banyak anjing yang seperti itu. Minggu depan kita akan membeli seekor anjing yang lebih baik." Selama waktu krisisnya, anak Anda sangat memerlukan dukungan dari Anda untuk dapat memahami kesedihannya, keseriusan masalah yang dihadapinya, dan menegaskan kemampuannya untuk mengatasinya. Anda seharusnya berkata, "Saya tahu bahwa engkau sedih karena anjing itu sangat berarti bagimu. Saya dapat melihat kesedihan itu di matamu. Saya juga sedih. Kita berdua akan merasa kehilangan." Pesan ini adalah pesan yang membangun.
Meremehkan dan Menertawakan
Cara lain yang dilakukan orang tua di dalam menyampaikan pesan yang meremehkan kepada anak-anak adalah dengan menertawakan. Tertawa dengan seorang anak adalah sehat. Tetapi menertawakan kepedihan, kegagalan, atau sesuatu yang memalukan anak Anda, berarti meremehkan dia. Ini adalah bentuk perlakuan kasar melalui perkataan. Dalam keluarga sering kali terjadi hal-hal yang lucu. Tetapi jika sumbernya adalah kemalangan anak Anda, maka Anda harus menunggu sampai anak Anda tertawa, meskipun untuk itu Anda harus menahan tawa atau meninggalkan ruangan untuk mengendalikan diri Anda.
Berbagai Bentuk Pesan yang Meremehkan
Ada banyak bentuk pesan yang meremehkan. Celakanya, setiap pesan yang meremehkan tersebut bisa membutakan anak dari kebenaran tentang arti hidupnya bagi Tuhan, dan menghalangi perkembangan harga dirinya. Beberapa bentuk pesan yang meremehkan adalah sebagai berikut:
a. Penganiayaan. Penganiayaan bisa dilakukan secara fisik, emosi, seksual, dan perkataan. Banyak orang tua, tanpa sadar telah menganiaya anak-anaknya melalui perkataan. Penganiayaan melalui perkataan sama-sama meremehkan, seperti halnya bentuk penganiayaan fisik.
b. Mengabaikan. Tidak memberikan perhatian secara fisik, emosi, atau dengan perkataan adalah suatu bentuk penganiayaan secara pasif. Pengabaian menyebabkan anak merasa disisihkan.
c. Kasih yang bersyarat. Pesan dari kasih yang bersyarat merupakan ancaman secara tidak langsung dan juga terang-terangan, berdasarkan kebutuhan atau harapan yang dimiliki orang tua dan bukan berdasarkan kebutuhan anak.
d. Memanjakan. Tindakan orang tua yang memanjakan adalah bentuk kasih yang berlebihan, dan bisa menjadi kebiasaan buruk bagi anak. Memanjakan anak sama dengan meremehkan, karena menyebabkan anak bergantung pada orang tuanya dan menghambat kemampuannya untuk berpikir bagi dirinya. Memanjakan anak juga berarti mengaburkan arti tanggung jawabnya secara pribadi.
Mengorbankan Anak dengan Pesan yang Meremehkan
Kita banyak mendengar tentang pengorbanan. Anak-anak yang tumbuh dengan menerima pesan yang meremehkan akan menderita, karena mereka terbiasa menjadi korban kesalahan. Mereka belajar untuk mengatasi pesan yang mengecam, menyisihkan, meremehkan, yang mereka terima dengan menyalahkan diri sendiri. Sebelum menginjak masa remaja dan dewasa, mereka mungkin bebas dari pesan orang tua mereka yang meremehkan. Tetapi, pada saat itu, mereka sudah terbiasa mengendalikan diri sendiri. Mereka membuat pernyataan yang mengecam, menyangkal, dan menyalahkan diri sendiri.
Terkadang tanpa sadar, orang tua perlahan-lahan telah menyebabkan anak-anak menjadi korban kesalahan, melalui pesan yang meremehkan yang mereka sampaikan. Kita tidak dapat menduga betapa kuatnya pengaruh perkataan, nada suara, dan perbuatan kita kepada anak-anak kita.
Seorang anak yang bertumbuh dengan pesan-pesan negatif, akan terbiasa menyalahkan dirinya atas keadaan-keadaan yang sebenarnya bukan menjadi tanggung jawabnya. Dia tidak akan menjadi orang yang dewasa, mandiri, percaya diri. Sebaliknya, kehidupannya akan ditandai dengan kebiasaan menyalahkan diri sendiri, menghukum diri sendiri, gelisah, dan merasa menjadi korban.
Memutuskan Siklus yang Meremehkan
Jika Anda terbiasa menyampaikan pesan yang meremehkan kepada anak-anak Anda, kemungkinan besar Anda menerima pesan itu dari orang tua Anda ketika Anda masih anak-anak. Sampai batas tertentu, Anda terbiasa menjadi korban kesalahan dan mengambil sikap meremehkan diri sendiri. Karena sikap yang meremehkan berlaku pada orang tua Anda, dan sekarang berlaku pada Anda, Anda sekarang menyampaikannya kepada anak-anak Anda yang terbiasa menjadi korban seperti Anda. Meremehkan dalam keluarga adalah siklus yang merugikan. Untuk menghentikan aliran pesan yang meremehkan dari Anda kepada anak-anak Anda, Anda harus memutuskan siklus itu dengan mengatasi sikap Anda yang meremehkan.
Langkah pertama untuk memutuskan siklus ini adalah dengan mengenali pola pikir Anda yang meremehkan. Kecenderungan meremehkan sering kali begitu berakar, sehingga kecenderungan ini merupakan suatu tanggapan yang spontan. Membawanya ke permukaan akan menuntut Anda untuk bekerja dan berusaha, tetapi hasilnya setara dengan usaha Anda. Sadarilah bahwa Anda melakukannya bukan untuk memperbesar rasa bersalah atau bersikap terlalu keras pada diri sendiri. Anda hanya sedang berusaha untuk mengenali seberapa jauhkah kelakuan Anda didorong oleh kelakuan yang meremehkan.
Salah satu cara untuk menentukan apakah meremehkan merupakan bagian dari kehidupan Anda adalah dengan menelusuri tanggapan Anda atas masalah-masalah. Bertanyalah pada diri Anda sendiri: Apakah saya mengabaikan masalah yang benar-benar ada? Apakah saya beranggapan bahwa tidak ada penyelesaian untuk masalah itu? dll..
Kabar baiknya adalah Anda bisa berubah. Anda dapat memutuskan siklus meremehkan yang ada di dalam keluarga Anda. Anda harus menyelidiki sikap dan tanggapan Anda. Setelah Anda mengenali polanya, Anda bebas memilih cara pendekatan atau penyelesaian yang membangun. Apa yang Anda pelajari tentang diri Anda, akan membantu Anda mengubah tanggapan Anda yang meremehkan terhadap anak-anak Anda.
Pesan yang Meremehkan Tidak Dapat Ditoleransi
Pesan meremehkan yang ditujukan kepada seseorang, bisa mengurangi nilai sebenarnya dari orang tersebut. Apabila Anda menyampaikan perkataan yang meremehkan kepada anak-anak Anda, Anda tidak membangun harga diri mereka. Apa yang Anda sampaikan, dapat mengakibatkan mereka meragukan arti hidupnya bagi Anda dan bagi Tuhan.
Pada dasarnya, pesan yang meremehkan merupakan bentuk penyangkalan terhadap salah satu atau lebih dari hal-hal berikut:
1. Pesan yang meremehkan biasanya menyangkali keberadaan anak atau menyangkali sesuatu yang dia nilai atau takuti. Apabila Anda mengacuhkan anak Anda, itu berarti Anda menyampaikan pesan yang menyangkali keberadaannya. Apabila anak Anda mengatakan bahwa dia takut sendirian berada di kamar tidurnya yang gelap pada malam hari, dan Anda berkata, "Tidak ada yang perlu ditakuti", artinya Anda menyangkali adanya masalah yang sangat nyata baginya.
2. Pesan yang meremehkan menyangkali beratnya suatu masalah atau pentingnya suatu peristiwa dalam kehidupan seorang anak. Misalnya, anak laki-laki Anda tertekan dalam menyelesaikan tugas ilmiah dari sekolahnya, kemudian Anda berkata, "Itu bukan masalah yang besar", maka Anda menyangkali beratnya masalah dan pentingnya tugas yang dia hadapi.
3. Pesan yang meremehkan menyangkali bahwa masalah yang dihadapi anak dapat diselesaikan. Anda meremehkan anak Anda ketika Anda membuat pernyataan, "Lupakan saja, Johny, engkau tidak dapat berbuat apa-apa."
4. Pesan yang meremehkan menyangkali kemampuan anak untuk berhasil dalam bidang tertentu. Misalnya, Anda berkata kepada anak Anda, "Engkau tidak akan terpilih menjadi anggota tim sepak bola."
Ketika Anda menyangkal anak Anda dalam salah satu di antara keempat hal di atas, itu berarti Anda menyampaikan pesan yang meremehkan, yang menghambat perkembangan anak Anda untuk dapat menjadi dewasa dan mandiri.
Pesan yang Meremehkan Selama Waktu Krisis
Orang tua sering merasa bersalah karena menyampaikan pesan yang meremehkan pada waktu anak menghadapi krisis dalam kehidupannya. Salah satu hadiah yang sangat berharga yang dapat kita berikan kepada anak-anak kita adalah kemampuan untuk dapat menghadapi kehilangan. Kesedihan adalah bagian dari kehidupan. Tetapi, sering kali pengalaman krisis seorang anak lebih ringan dibandingkan krisis orang dewasa. Jadi, kita cenderung untuk menyampaikan pesan yang menyangkalinya, dan bukannya pesan yang membangun anak untuk menjalani pengalaman itu. Dengan demikian, kita meremehkan anak dan menghambat pertumbuhannya.
Saat anjing anak Anda mati, jangan berkata kepadanya, "Itu hanya seekor anjing dan ada banyak anjing yang seperti itu. Minggu depan kita akan membeli seekor anjing yang lebih baik." Selama waktu krisisnya, anak Anda sangat memerlukan dukungan dari Anda untuk dapat memahami kesedihannya, keseriusan masalah yang dihadapinya, dan menegaskan kemampuannya untuk mengatasinya. Anda seharusnya berkata, "Saya tahu bahwa engkau sedih karena anjing itu sangat berarti bagimu. Saya dapat melihat kesedihan itu di matamu. Saya juga sedih. Kita berdua akan merasa kehilangan." Pesan ini adalah pesan yang membangun.
Meremehkan dan Menertawakan
Cara lain yang dilakukan orang tua di dalam menyampaikan pesan yang meremehkan kepada anak-anak adalah dengan menertawakan. Tertawa dengan seorang anak adalah sehat. Tetapi menertawakan kepedihan, kegagalan, atau sesuatu yang memalukan anak Anda, berarti meremehkan dia. Ini adalah bentuk perlakuan kasar melalui perkataan. Dalam keluarga sering kali terjadi hal-hal yang lucu. Tetapi jika sumbernya adalah kemalangan anak Anda, maka Anda harus menunggu sampai anak Anda tertawa, meskipun untuk itu Anda harus menahan tawa atau meninggalkan ruangan untuk mengendalikan diri Anda.
Berbagai Bentuk Pesan yang Meremehkan
Ada banyak bentuk pesan yang meremehkan. Celakanya, setiap pesan yang meremehkan tersebut bisa membutakan anak dari kebenaran tentang arti hidupnya bagi Tuhan, dan menghalangi perkembangan harga dirinya. Beberapa bentuk pesan yang meremehkan adalah sebagai berikut:
a. Penganiayaan. Penganiayaan bisa dilakukan secara fisik, emosi, seksual, dan perkataan. Banyak orang tua, tanpa sadar telah menganiaya anak-anaknya melalui perkataan. Penganiayaan melalui perkataan sama-sama meremehkan, seperti halnya bentuk penganiayaan fisik.
b. Mengabaikan. Tidak memberikan perhatian secara fisik, emosi, atau dengan perkataan adalah suatu bentuk penganiayaan secara pasif. Pengabaian menyebabkan anak merasa disisihkan.
c. Kasih yang bersyarat. Pesan dari kasih yang bersyarat merupakan ancaman secara tidak langsung dan juga terang-terangan, berdasarkan kebutuhan atau harapan yang dimiliki orang tua dan bukan berdasarkan kebutuhan anak.
d. Memanjakan. Tindakan orang tua yang memanjakan adalah bentuk kasih yang berlebihan, dan bisa menjadi kebiasaan buruk bagi anak. Memanjakan anak sama dengan meremehkan, karena menyebabkan anak bergantung pada orang tuanya dan menghambat kemampuannya untuk berpikir bagi dirinya. Memanjakan anak juga berarti mengaburkan arti tanggung jawabnya secara pribadi.
Mengorbankan Anak dengan Pesan yang Meremehkan
Kita banyak mendengar tentang pengorbanan. Anak-anak yang tumbuh dengan menerima pesan yang meremehkan akan menderita, karena mereka terbiasa menjadi korban kesalahan. Mereka belajar untuk mengatasi pesan yang mengecam, menyisihkan, meremehkan, yang mereka terima dengan menyalahkan diri sendiri. Sebelum menginjak masa remaja dan dewasa, mereka mungkin bebas dari pesan orang tua mereka yang meremehkan. Tetapi, pada saat itu, mereka sudah terbiasa mengendalikan diri sendiri. Mereka membuat pernyataan yang mengecam, menyangkal, dan menyalahkan diri sendiri.
Terkadang tanpa sadar, orang tua perlahan-lahan telah menyebabkan anak-anak menjadi korban kesalahan, melalui pesan yang meremehkan yang mereka sampaikan. Kita tidak dapat menduga betapa kuatnya pengaruh perkataan, nada suara, dan perbuatan kita kepada anak-anak kita.
Seorang anak yang bertumbuh dengan pesan-pesan negatif, akan terbiasa menyalahkan dirinya atas keadaan-keadaan yang sebenarnya bukan menjadi tanggung jawabnya. Dia tidak akan menjadi orang yang dewasa, mandiri, percaya diri. Sebaliknya, kehidupannya akan ditandai dengan kebiasaan menyalahkan diri sendiri, menghukum diri sendiri, gelisah, dan merasa menjadi korban.
Memutuskan Siklus yang Meremehkan
Jika Anda terbiasa menyampaikan pesan yang meremehkan kepada anak-anak Anda, kemungkinan besar Anda menerima pesan itu dari orang tua Anda ketika Anda masih anak-anak. Sampai batas tertentu, Anda terbiasa menjadi korban kesalahan dan mengambil sikap meremehkan diri sendiri. Karena sikap yang meremehkan berlaku pada orang tua Anda, dan sekarang berlaku pada Anda, Anda sekarang menyampaikannya kepada anak-anak Anda yang terbiasa menjadi korban seperti Anda. Meremehkan dalam keluarga adalah siklus yang merugikan. Untuk menghentikan aliran pesan yang meremehkan dari Anda kepada anak-anak Anda, Anda harus memutuskan siklus itu dengan mengatasi sikap Anda yang meremehkan.
Langkah pertama untuk memutuskan siklus ini adalah dengan mengenali pola pikir Anda yang meremehkan. Kecenderungan meremehkan sering kali begitu berakar, sehingga kecenderungan ini merupakan suatu tanggapan yang spontan. Membawanya ke permukaan akan menuntut Anda untuk bekerja dan berusaha, tetapi hasilnya setara dengan usaha Anda. Sadarilah bahwa Anda melakukannya bukan untuk memperbesar rasa bersalah atau bersikap terlalu keras pada diri sendiri. Anda hanya sedang berusaha untuk mengenali seberapa jauhkah kelakuan Anda didorong oleh kelakuan yang meremehkan.
Salah satu cara untuk menentukan apakah meremehkan merupakan bagian dari kehidupan Anda adalah dengan menelusuri tanggapan Anda atas masalah-masalah. Bertanyalah pada diri Anda sendiri: Apakah saya mengabaikan masalah yang benar-benar ada? Apakah saya beranggapan bahwa tidak ada penyelesaian untuk masalah itu? dll..
Kabar baiknya adalah Anda bisa berubah. Anda dapat memutuskan siklus meremehkan yang ada di dalam keluarga Anda. Anda harus menyelidiki sikap dan tanggapan Anda. Setelah Anda mengenali polanya, Anda bebas memilih cara pendekatan atau penyelesaian yang membangun. Apa yang Anda pelajari tentang diri Anda, akan membantu Anda mengubah tanggapan Anda yang meremehkan terhadap anak-anak Anda.
BERHATI-HATI DENGAN LIDAH
"Mereka menggusarkan Dia dekat air
Meriba sehingga Musa kena celaka karena mereka; sebab mereka memahitkan
hatinya sehingga ia teledor dengan kata-katanya." (Mazmur 106:32-33)
Salah satu kisah tragis yang dicatat di Alkitab adalah kisah kegagalan Musa masuk ke tanah yang dijanjikan Tuhan. Di padang gurun Meriba, orang Israel mengeluhkan ketidakadaan air, dan Tuhan memerintahkan Musa untuk berkata-kata kepada bukit batu untuk mengeluarkan air. Musa tidak menaati Tuhan; bukannya berkata-kata, ia malah memukul bukit batu itu dua kali. Tuhan marah dan berkata kepada Musa, "Karena kamu tidak percaya kepada-Ku dan tidak menghormati kekudusan-Ku di depan mata orang Israel, itulah sebabnya kamu tidak akan membawa jemaah ini masuk ke negeri yang akan Kuberikan kepada mereka." (Bilangan 20:2-13) Musa gagal sebab ia teledor dengan mulutnya. Dan sayangnya, ada begitu banyak orang yang gagal oleh karena perkataannya. Yakobus 3:2-12, memberi kita panduan tentang menjaga lidah sebagaimana dapat kita lihat berikut ini.
1. Banyak kesalahan dibuat oleh lidah. Dengan kata lain, salah satu pergumulan terbesar dalam hidup adalah pergumulan mengekang lidah. Kesalahan terbesar bukanlah pada dosa tidak mengatakan, melainkan pada mengatakan yang tidak seharusnya dikatakan. Orang yang dapat mengendalikan lidah, diumpamakan seperti kekang pada mulut kuda dan kemudi pada kapal yang berlayar di tengah angin keras. Singkat kata, pergumulan menguasai lidah diumpamakan seperti pergumulan menguasai kuda dan menerjang badai di lautan. Sungguh suatu pergumulan yang besar!
2. Jika demikian, dapat disimpulkan bahwa sesungguhnya terlebih mudah menuruti kemauan lidah daripada menolaknya. Jika perjuangannya begitu besar, sudah tentu menyerah akan jauh lebih mudah.
3. Akibat dari penggunaan lidah yang tak terkekang adalah dahsyat, sehingga dilukiskan seperti kebakaran hutan yang besar dan racun yang mematikan. Perkataan yang tak bertanggung jawab dapat menimbulkan kerusakan yang besar. Banyak relasi rusak akibat lidah, banyak kepercayaan hilang oleh lidah, banyak respek yang pudar juga oleh karena lidah.
4. Pada akhirnya kita harus mengakui bahwa kita lebih sering gagal menguasai lidah, ibarat binatang buas yang tak dapat dijinakkan sepenuhnya. Lebih sering kita menyesali kegagalan kita, namun sekali perkataan keluar, kita tidak dapat menariknya kembali.
5. Yang terpenting adalah kita harus membersihkan hati, sehingga dari dalamnya akan keluar air yang bersih. Dengan kata lain, pengekangan lidah diawali dengan pembersihan hati. Jika kita penuh kemarahan, maka kemarahanlah yang akan keluar dari mulut; jika kita penuh kepahitan, maka kepahitan yang akan keluar dari mulut. Sebaliknya, bila hati dipenuhi kasih Tuhan, maka kasihlah yang akan keluar dari mulut. Jika hati penuh iman percaya kepada Tuhan, maka pengharapan dan keyakinanlah yang akan keluar dari mulut.
Langkah Praktis Mengekang Lidah
a. Sebelum berkata-kata, pastikanlah kebenarannya terlebih dahulu. Jangan sampai kita menyebarkan gosip yang dapat menghancurkan hidup orang.
b. Sebelum berkata-kata, pikirkanlah dampaknya terlebih dahulu dan bertanyalah apakah kita siap menanggungnya.
c. Sebelum mengatakan sesuatu yang mengandung emosi, tahanlah dan menyingkirlah. Tenangkan hati sampai gejolak reda, baru kemudian timbang lagi apakah memang perlu kita mengatakannya.
d. Terakhir, sebelum berkata-kata, ujilah terlebih dahulu apakah ada dosa di dalamnya. Jika ada, berhentilah, jangan meneruskannya.
"Barang siapa tidak bersalah dalam perkataannya, ia adalah orang sempurna, yang dapat mengendalikan seluruh tubuhnya." ( Yakobus 3:2)
Salah satu kisah tragis yang dicatat di Alkitab adalah kisah kegagalan Musa masuk ke tanah yang dijanjikan Tuhan. Di padang gurun Meriba, orang Israel mengeluhkan ketidakadaan air, dan Tuhan memerintahkan Musa untuk berkata-kata kepada bukit batu untuk mengeluarkan air. Musa tidak menaati Tuhan; bukannya berkata-kata, ia malah memukul bukit batu itu dua kali. Tuhan marah dan berkata kepada Musa, "Karena kamu tidak percaya kepada-Ku dan tidak menghormati kekudusan-Ku di depan mata orang Israel, itulah sebabnya kamu tidak akan membawa jemaah ini masuk ke negeri yang akan Kuberikan kepada mereka." (Bilangan 20:2-13) Musa gagal sebab ia teledor dengan mulutnya. Dan sayangnya, ada begitu banyak orang yang gagal oleh karena perkataannya. Yakobus 3:2-12, memberi kita panduan tentang menjaga lidah sebagaimana dapat kita lihat berikut ini.
1. Banyak kesalahan dibuat oleh lidah. Dengan kata lain, salah satu pergumulan terbesar dalam hidup adalah pergumulan mengekang lidah. Kesalahan terbesar bukanlah pada dosa tidak mengatakan, melainkan pada mengatakan yang tidak seharusnya dikatakan. Orang yang dapat mengendalikan lidah, diumpamakan seperti kekang pada mulut kuda dan kemudi pada kapal yang berlayar di tengah angin keras. Singkat kata, pergumulan menguasai lidah diumpamakan seperti pergumulan menguasai kuda dan menerjang badai di lautan. Sungguh suatu pergumulan yang besar!
2. Jika demikian, dapat disimpulkan bahwa sesungguhnya terlebih mudah menuruti kemauan lidah daripada menolaknya. Jika perjuangannya begitu besar, sudah tentu menyerah akan jauh lebih mudah.
3. Akibat dari penggunaan lidah yang tak terkekang adalah dahsyat, sehingga dilukiskan seperti kebakaran hutan yang besar dan racun yang mematikan. Perkataan yang tak bertanggung jawab dapat menimbulkan kerusakan yang besar. Banyak relasi rusak akibat lidah, banyak kepercayaan hilang oleh lidah, banyak respek yang pudar juga oleh karena lidah.
4. Pada akhirnya kita harus mengakui bahwa kita lebih sering gagal menguasai lidah, ibarat binatang buas yang tak dapat dijinakkan sepenuhnya. Lebih sering kita menyesali kegagalan kita, namun sekali perkataan keluar, kita tidak dapat menariknya kembali.
5. Yang terpenting adalah kita harus membersihkan hati, sehingga dari dalamnya akan keluar air yang bersih. Dengan kata lain, pengekangan lidah diawali dengan pembersihan hati. Jika kita penuh kemarahan, maka kemarahanlah yang akan keluar dari mulut; jika kita penuh kepahitan, maka kepahitan yang akan keluar dari mulut. Sebaliknya, bila hati dipenuhi kasih Tuhan, maka kasihlah yang akan keluar dari mulut. Jika hati penuh iman percaya kepada Tuhan, maka pengharapan dan keyakinanlah yang akan keluar dari mulut.
Langkah Praktis Mengekang Lidah
a. Sebelum berkata-kata, pastikanlah kebenarannya terlebih dahulu. Jangan sampai kita menyebarkan gosip yang dapat menghancurkan hidup orang.
b. Sebelum berkata-kata, pikirkanlah dampaknya terlebih dahulu dan bertanyalah apakah kita siap menanggungnya.
c. Sebelum mengatakan sesuatu yang mengandung emosi, tahanlah dan menyingkirlah. Tenangkan hati sampai gejolak reda, baru kemudian timbang lagi apakah memang perlu kita mengatakannya.
d. Terakhir, sebelum berkata-kata, ujilah terlebih dahulu apakah ada dosa di dalamnya. Jika ada, berhentilah, jangan meneruskannya.
"Barang siapa tidak bersalah dalam perkataannya, ia adalah orang sempurna, yang dapat mengendalikan seluruh tubuhnya." ( Yakobus 3:2)
Senin, 20 Februari 2012
Kerukunan (Cinta Satu Sama Lain)
Nats: Mazmur 133:1-3
133:1 Nyanyian ziarah Daud. Sungguh, alangkah baiknya dan indahnya, apabila saudara-saudara diam bersama dengan rukun!133:2 Seperti minyak yang baik di atas kepala meleleh ke janggut, yang meleleh ke janggut Harun dan ke leher jubahnya.
133:3 Seperti embun gunung Hermon yang turun ke atas gunung-gunung Sion. Sebab ke sanalah TUHAN memerintahkan berkat, kehidupan untuk selama-lamanya.
Catatan: Perihal hidup rukun; suatu kesepakatan; asas; dasar; sendi: semuanya terlaksana dengan baik, tidak suatu pun yang menyimpang dari pakemnya; menjadikan rukun; mendamaikan; menjadikan bersatu hati.
Semua orang merindukan suasana
rukun dan damai dalam kehidupan. Pertengkaran, konflik apalagi perang membuat
hati kita semua orang gundah dan susah. Namun dalam prakteknya suasana rukun
dan damai atau harmoni tidak selalu mudah terjadi di tengah-tengah kehidupan
nyata.
Ada saja dan banyak masalah yang
membuat seorang tidak bisa rukun dengan saudara atau tetangganya atau bahkan
dengan pasangan hidupnya sendiri, atau orangtua/anak kandungnya sendiri. Ada
pula yang mengatakan berhubung konflik adalah keniscayaan atau tak terhindarkan
maka sebaiknya dikelola atau dikendalikan saja. Namun baiklah diingat dalam
konflik keluarga apalagi perang saudara biasanya tidak pernah ada yang menang
alias semua kalah. Apalagi jika pihak-pihak yang berkonflik putus asa dan
lantas menerapkan politik bumi hangus.
1. Bagaimanakah
kerukunan yang dimaksudkan Alkitab?
Kerukunan
dengan saudara adalah dampak kerukunan dengan Tuhan. Alkitab menyatakan bahwa
pendamaian kita dengan Allah-lah yang memberi kita kesempatan berdamai dengan
sesama.
a. Rasul Paulus mengatakan kepada jemaat
di Efesus: (Efesus 2:13-14).
2:13 Tetapi sekarang di dalam Kristus Yesus kamu, yang dahulu
"jauh", sudah menjadi "dekat" oleh darah Kristus.
2:14 Karena Dialah damai sejahtera kita, yang telah mempersatukan kedua
pihak dan yang telah merubuhkan tembok pemisah, yaitu perseteruan,
b. Yesus mengatakan dengan nada
sebaliknya: Allah menjadikan perdamaian dengan sesama sebagai syarat untuk
mendekati Dia. MATIUS 5:24 tinggalkanlah
persembahanmu di depan mezbah itu dan pergilah berdamai dahulu dengan
saudaramu, lalu kembali untuk mempersembahkan persembahanmu itu.
Intinya adalah:
Kerukunan dengan
saudara tidak bisa dipisahkan dari kerukunan dengan Allah.
Sebaliknya
Yesus juga mengatakan: Matius 5:9 Berbahagialah orang yang
membawa damai, karena mereka akan disebut anak-anak Allah.
Dan Rasul
Paulus mengatakan: Roma 12:8 jika karunia untuk
menasihati, baiklah kita menasihati. Siapa yang membagi-bagikan sesuatu,
hendaklah ia melakukannya dengan hati yang ikhlas; siapa yang memberi pimpinan,
hendaklah ia melakukannya dengan rajin; siapa yang menunjukkan kemurahan,
hendaklah ia melakukannya dengan sukacita.
Artinya: dalam
memperjuangkan segala yang baik dan benar sekali pun kita tetap harus dalam
kerangka perdamaian. Bahasa sederhana: kebenaran tidak bisa diwujudkan dengan
kebencian dan dendam!
2. Beberapa
Perspektif Yang Berdampak Pada Kerukunan
a.
Kerukunan
adalah dampak hukum yang berkeadilan.
Amsal 29:18, Bila tidak ada
wahyu, menjadi liarlah rakyat. Berbahagialah orang yang berpegang pada hukum.
Adil = sama berat; tidak berat
sebelah; tidak memihak suatu perbuatan, dan atau perlakuan,
Amsal 20:23 Dua macam batu
timbangan adalah kekejian bagi TUHAN, dan neraca serong itu tidak baik.
Pepatah terkenal mengatakan: no
justice no peace. Tak ada keadilan maka tak ada juga damai. Hal itu
dengan mudah kita saksikan dalam kehidupan keluarga. Jika orang tua bersikap
tidak adil maka anak-anak akan bertengkar sesamanya.
Jika pemerintah
bersikap tidak adil maka kelompok-kelompok dalam masyarakat akan saling membenci
satu sama lain. Sebab itu untuk mewujudkan kerukunan atau harmoni sejati dalam
masyarakat kita maka kita harus sungguh-sungguh menegakkan hukum dan keadilan.
Tak ada satu
orang pun termasuk pemimpin yang boleh bertindak sekehendak hatinya dan menempatkan
dirinya lebih tinggi kedudukannya daripada hukum. Sumber-sumber kehidupan harus
didistribusikan secara merata. Setiap orang harus dijamin mendapatkan apa yang
menjadi haknya dan kebutuhannya serta imbalan atas kerja keras serta
prestasinya.
b. Kerukunan
adalah buah saling penerimaan.
Amsal 10:12, Kebencian menimbulkan pertengkaran, tetapi
kasih menutupi segala pelanggaran.
Pada akhirnya
kita diingatkan bahwa kerukunan atau harmoni dalam kehidupan tidak pernah
terjadi dengan sendirinya atau otomatis melainkan harus diusahakan secara
sengaja dan serius.
Yaitu dengan
sikap saling menerima dan saling menghormati dalam keunikan dan kepribadian
masing-masing. Bagaimana kita bisa saling menerima walaupun berbeda-beda?
Jawabnya:
memiliki visi dan tujuan yang sama yaitu kemuliaan Allah, dan pengalaman
bersama dengan Allah. Dan memiliki musuh bersama: dosa, kehancuran dan
kematian.
3.
Kewajiban
Orang Kristen (Roma 12:9-21)
Nasehat Untuk Hidup Dalam Kasih
12:9 Hendaklah kasih itu jangan
pura-pura! Jauhilah yang jahat dan lakukanlah yang baik.
12:10 Hendaklah kamu saling
mengasihi sebagai saudara dan saling mendahului dalam memberi hormat.
12:11 Janganlah hendaknya
kerajinanmu kendor, biarlah rohmu menyala-nyala dan layanilah Tuhan.
12:12 Bersukacitalah dalam pengharapan,
sabarlah dalam kesesakan, dan bertekunlah dalam doa!
12:13 Bantulah dalam kekurangan
orang-orang kudus dan usahakanlah dirimu untuk selalu memberikan tumpangan!
12:14 Berkatilah siapa yang
menganiaya kamu, berkatilah dan jangan mengutuk!
12:15 Bersukacitalah dengan orang
yang bersukacita, dan menangislah dengan orang yang menangis!
12:16 Hendaklah kamu sehati
sepikir dalam hidupmu bersama; janganlah kamu memikirkan perkara-perkara yang
tinggi, tetapi arahkanlah dirimu kepada perkara-perkara yang sederhana.
Janganlah menganggap dirimu pandai!
12:17 Janganlah membalas
kejahatan dengan kejahatan; lakukanlah apa yang baik bagi semua orang!
12:18 Sedapat-dapatnya, kalau hal
itu bergantung padamu, hiduplah dalam perdamaian dengan semua orang!
12:19 Saudara-saudaraku yang
kekasih, janganlah kamu sendiri menuntut pembalasan, tetapi berilah tempat
kepada murka Allah, sebab ada tertulis: Pembalasan itu adalah hak-Ku. Akulah
yang akan menuntut pembalasan, firman Tuhan.
12:20 Tetapi, jika seterumu
lapar, berilah dia makan; jika ia haus, berilah dia minum! Dengan berbuat
demikian kamu menumpukkan bara api di atas kepalanya.
12:21 Janganlah kamu kalah
terhadap kejahatan, tetapi kalahkanlah kejahatan dengan kebaikan!
Dalam surat
Roma pasal 1-11 Paulus banyak sekali membicarakan masalah-masalah dogmatika,
dalam pasal 12 Paulus mengajak jemaat di Roma untuk mempraktekan ajaran-ajaran
yang sudah didapat.
Paulus memberikan
perintah-perintah yang bersifat dengan ajakan dengan harapan bahwa mereka mulai
mencoba untuk hidup bersama dengan orang-orang lain dengan menerapkan
kebenaran-kebenaran Firman Tuhan.
Sepintas keadaan di kota Roma
memang sepertinya tidak mendukung keberadaan orang-orang percaya Tuhan yesus,
bahkan ada indikasi bahwa banyak orang kristen yang diperlakukan dengan tidak
baik dan tidak adil (ay 12-15, 17-21). Dalam keadaan yang sulit bagi orang kristen ini maka paulus
menasehati, supaya mereka bertahan dalam iman yang benar dan mereka justru
harus tetap mempraktekan kasih itu. Karena bagi Paulus kasih itu bukan sekedar
perkataan saja, namun tindakan kasih itu
jauh lebih penting.
Ada dua hal yang diperjuangkan Paulus
dalam pasal 12:9-21,
- Berkenaan dengan kehidupan bersama didalam jemaat: Paulus mengharapkan jemaat saling mengasihi, memberi hormat, membantu orang lain yang kekurangan, memberikan tumpangan, sehati sepikir, bertekun dalam doa dan tetap melayani Tuhan.
- Berkenaan dengan hidup dengan masyarakat atau orang luar: Paulus menasehatkan untuk bersabar dalam kesesakan, minta berkat untuk oprang-orang yang menganiaya, tidak membalas kejahatan, mengasihi seterunya dengan tindakan nyata.
Paulus melihat
bahwa akan ada orang-orang yang tidak suka dengan orang kristen, bagi Paulus :
a. Yang pertama harus dilakukan orang percaya adalah
hidupnya berkenan dulu kepada Tuhan, biarkan Tuhan terlebih dahulu mengubah
hidupnya,
b. Kemudian Paulus mengharapkan agar cara hidup orang
kristen menjadi berkat bagi orang lain, dengan cara jangan membalas kejahatan
mereka dengan melakukan kejahatan pula. Paulus mendorong jemaatnya untuk
melawan kejahatan mereka dengan cara yang berbeda yaitu melakukan kebaikan bagi
mereka.
Paulus menginginkan bahwa setiap
orang percaya mempunyai inisiatif aktif untuk terwujudnya perdamaian, apalagi
kalau hal itu bergantung pada kita sebagai orang kristen. Maka melakukan hal
yang baik bagi semua orang merupakan ciri hidup bagi orang yang percaya kepada
Tuhan Yesus.
Membicarakan kasih itu hal yang biasa, namun
melakukan perbuatan kasih itu hal yang luar biasa._ (brother dave)_
Sauh Bagi Jiwa
Nats : Ibrani 6:19
Pengharapan itu adalah sauh yang kuat dan aman bagi jiwa kita, yang telah dilabuhkan sampai ke belakang tabir,
Siapa yang tidak takut ketika harus menghadapi badai besar di tengah lautan?
Angin dan ombak yang besar itu dapat membuat kapal yang kita tumpangi menjadi
kandas. Pada saat seperti itulah sebuah sauh atau
jangkar diturunkan ke dasar laut. Ukuran jangkar jelas sangat kecil bila
dibandingkan dengan ukuran kapal, namun perannya sangat besar untuk menahan
kapal dari terjangan ombak.
Alkitab
mengibaratkan pengharapan kepada Tuhan seperti jangkar. Dengan jangkar itulah
orang dapat bertahan dalam badai ketidakpastian hidup.
Seperti
pengalaman Abraham.
Istrinya sudah menopause dan dirinya juga sudah begitu tua. (Ibrani 6:15-18)
Istrinya sudah menopause dan dirinya juga sudah begitu tua. (Ibrani 6:15-18)
6:15 Abraham menanti
dengan sabar dan dengan demikian ia memperoleh apa yang dijanjikan kepadanya.
6:16 Sebab manusia
bersumpah demi orang yang lebih tinggi, dan sumpah itu menjadi suatu pengokohan
baginya, yang mengakhiri segala bantahan.
6:17 Karena itu, untuk lebih meyakinkan mereka yang berhak menerima janji itu akan kepastian putusan-Nya, Allah telah mengikat diri-Nya dengan sumpah,
6:18 supaya oleh dua kenyataan yang tidak berubah-ubah, tentang mana Allah tidak mungkin berdusta, kita yang mencari perlindungan, beroleh dorongan yang kuat untuk menjangkau pengharapan yang terletak di depan kita.
6:17 Karena itu, untuk lebih meyakinkan mereka yang berhak menerima janji itu akan kepastian putusan-Nya, Allah telah mengikat diri-Nya dengan sumpah,
6:18 supaya oleh dua kenyataan yang tidak berubah-ubah, tentang mana Allah tidak mungkin berdusta, kita yang mencari perlindungan, beroleh dorongan yang kuat untuk menjangkau pengharapan yang terletak di depan kita.
Mungkinkah ia akan bisa mendapatkan keturunan seperti yang dijanjikan Tuhan?
Penantian panjang ini seperti badai yang dapat menggoyahkan iman Abraham. Namun Alkitab mencatat, Abraham menanti dengan sabar (ayat 15).
Mengapa?
Karena Abraham tahu kepada Siapa ia meletakkan pengharapannya (ayat 16-18).
Penulis kitab Ibrani mendorong jemaat Tuhan yang mulai goyah imannya untuk memiliki pengharapan yang demikian (Ibrani 6: 11-12).
6:11 Tetapi kami ingin,
supaya kamu masing-masing menunjukkan kesungguhan yang sama untuk menjadikan
pengharapanmu suatu milik yang pasti, sampai pada akhirnya,
6:12 agar kamu jangan
menjadi lamban, tetapi menjadi penurut-penurut mereka yang oleh iman dan
kesabaran mendapat bagian dalam apa yang dijanjikan Allah.
Tuhan
kita adalah Tuhan yang selalu menepati janji-Nya. Dia tidak pernah berdusta.
Apakah kita sungguh meletakkan pengharapan kita kepada-Nya? Menanti memang
adalah pekerjaan yang tidak menyenangkan, tetapi menanti adalah bukti
kesungguhan iman dan pengharapan kepada Pribadi yang memberikan janji itu.
Jangan berusaha menjawab pergumulan dengan cara kita sendiri. Jangan pernah
meninggalkan pengharapan kita dalam Tuhan.
Pengharapan
itulah sauh bagi jiwa, yang akan menjaga kita untuk tidak goyah
diombang-ambingkan badai kehidupan.
Kita dapat berharap pada janji-janji Tuhan, Karena kita tahu Dia yang menjanjikannya setia.
1 Tesalonika 5:24,
Ia yang memanggil kamu
adalah setia, Ia juga akan menggenapinya.
Jumat, 10 Februari 2012
MENUNGGU KESEMPATAN KE DUA ?
Nats : Ibrani 12:17
Sebab kamu tahu, bahwa kemudian, ketika ia hendak menerima berkat itu,
ia ditolak, sebab ia tidak beroleh kesempatan untuk memperbaiki
kesalahannya, sekalipun ia mencarinya dengan mencucurkan air mata.
Sebuah pepatah China kuno berbunyi, "You cannot jump into the same water".
Ini berbicara mengenai waktu yang terus berjalan sebagaimana aliran
sungai, jadi ketika kita meloncat ke dalamnya tidak mungkin diulangi
lagi dengan air sungai yang sama, meskipun tampaknya sama tetapi air
yang melaluinya telah berbeda, air yang sebelumnya telah mengalir jauh
ketika kita melakukan lompatan kedua.
Demikian juga dengan waktu dan kesempatan dalam kehidupan kita.
Ketika kita melewatkan satu kesempatan, yang satu itu tidak akan pernah
kembali. Waktu atau kesempatan yang telah lewat tidak mungkin kembali,
yang ada adalah waktu dan kesempatan yang baru dan berbeda. Tetapi
apakah ada suatu jaminan jika kesempatan yang baru itu (beberapa orang
senang menyebutnya sebagai Second Chance) pasti akan ada lagi?
Sebagai orang yang bergerak di market place tentulah mengerti prinsip
ini, tidak semua hal ada babak duanya, apa yang sudah terjadi tidak
mungkin diulang.
Pilihan yang sudah diambil menyisakan dampak atau
implikasinya, tanpa kepastian adanya kesempatan lain untuk memperbaiki
kesalahan atau kecerobohan dari apa yang telah dibuat, ataupun untuk
melakukan sesuatu yang terlewatkan sebelumnya.
Jadi bagaimana dengan kinerja kita sekarang setelah menyadari prinsip ini?
Masihkah kita membuang-buang waktu dan menggunakannya secara
asal-asalan? Ataukah ingin berkarya maksimal? Tapi ingatlah, apapun yang
kita lakukan dengan waktu ini akan kita pertanggungjawabkan pada Tuhan.
Lebih baik lakukan yang benar pada kali pertama daripada berharap memperbaikinya di lain hari.
Insomnia
Bacaan Ayat : Mazmur 127:2
Sia-sialah kamu bangun pagi-pagi dan duduk-duduk sampai jauh malam, dan
makan roti yang diperoleh dengan susah payah--sebab Ia memberikannya
kepada yang dicintai-Nya pada waktu tidur.
Menurut pakar kesehatan Kristen, Don Colbert, M.D., salah satu rahasia
hidup sehat dalam Alkitab adalah tidur. Tidur nyenyak yang cukup (tujuh
sampai sembilan jam sehari) akan memulihkan tubuh, meningkatkan sistem
kekebalan dan mengembangkan fungsi otak.
Sebaliknya kurang tidur
akan memicu hormon kortisol yang membuat orang gampang stress, depresi
dan gelisah. Tidak heran, di tengah-tengah rasa frustasi Elia ketika
dikejar oleh Izebel, Tuhan pertama-tama memberikannya kesempatan untuk
"berbaring dan tidur" (I Raja-Raja 19:5) sebelum menyuruhnya berjalan ke
Gunung Allah.
Tapi di tengah-tengah kompetisi dunia kerja yang
kian mengila, Anda mungkin beranggapan bahwa tidur nyenyak sudah
menjadi barang mewah yang sulit didapat. Insomnia (penyakit sulit tidur)
terbukti kerap menyerang mereka yang jadwal kerja hariannya terpapar
stress tingkat tinggi.
Ini akan menjadi awal lingkaran setan di
mana stress menyebabkan insomnia dan insomnia menyebabkan stress menjadi
lebih akut sehingga akhirnya berujung pada penyakit fisik dan mental
(tekanan jiwa, diabetes, tekanan darah tinggi, dll).
Rahasia
tidur nyenyak sebetulnya sederhana. Bukan obat tidur, bukan aromaterapi
atau hipnoterapi, tapi penyerahan diri total kepada Tuhan. Di
tengah-tengah kekalutan dan bahaya yang mengancam, Daud bisa berkata,
"Dengan tenteram aku mau membaringkan diri, lalu tidur, sebab hanya
Engkaulah, ya Tuhan, yang membiarkan aku diam dengan aman" (Mazmur 4:9).
Anda juga bisa meniru Daud.
Tinggallah di dalam TUHAN, di sana ada kedamaian.
TEMPAT PERLINDUNGAN
Nats : Mazmur 18:7
Ketika aku dalam kesesakan, aku berseru kepada TUHAN, kepada Allahku
aku berteriak minta tolong. Ia mendengar suaraku dari bait-Nya, teriakku
minta tolong kepada-Nya sampai ke telinga-Nya
Bagaimana reaksi Anda bila calon isteri/suami Anda berteriak minta
tolong? Tentunya secepat kilat Anda lari ke arahnya dan berusaha
menolong dengan segera.
Demikian pula Tuhan akan bertindak bila
gereja, yang juga disebut mempelai-Nya, berdoa memohon kepada-Nya. Ada
jaminan perlindungan khusus yang diberikan Yesus bagi mempelai-Nya.
Tuhan berjanji untuk memberikan tempat perlindungan yang aman, di mana
musuh tidak dapat menemukan dan melukai kita. Tempat itu adalah
“pondok-Nya” di mana Allah sendiri berdiam.
Marilah kepada-Ku, semua yang letih lesu dan berbeban berat, Aku akan memberi kelegaan kepadamu (Matius 11:28)
Sebuah janji dari Tuhan bagi kita, yaitu janji untuk memberikan kelegaan.
Kadang orang bisa beristirahat, namun tidak mendapatkan rileks. Tuhan
menawarkan kelegaan/rileks yang sesungguhnya bagi kita di rumah-Nya.
Saat Anda mendengar pujian dinaikkan di gereja, hati Anda mulai fokus
pada kekuatan dan kuasa-Nya, lebih dari persoalan Anda. Sehingga
persoalan yang sangat membebani, dapat tiba-tiba hilang atau menjadi
jauh lebih ringan. Tentunya bukan persoalan yang tiba-tiba tidak ada
lagi, namun perspektif Anda telah diubah, dan kini Anda dapat rileks…!
Gereja atau rumah Tuhan adalah tempat yang menyenangkan, tempat yang
nyaman bagi Anda sekeluarga, di mana Anda dapat menikmati keindahan
Tuhan, mendapatkan perlindungan dan dapat rileks menikmati kehidupan.
Mari kita lebih lagi mencintai Rumah Tuhan, bukan hanya karena di sana
kita akan mendapatkan banyak manfaat, tetapi karena Tuhan juga
merindukan kita ada di sana bersama dengan Dia.
MAZMUR 27:4-5
27:4 Satu hal telah kuminta kepada TUHAN, itulah yang kuingini: diam di
rumah TUHAN seumur hidupku, menyaksikan kemurahan TUHAN dan menikmati
bait-Nya.
27:5 Sebab Ia melindungi aku dalam pondok-Nya pada waktu
bahaya; Ia menyembunyikan aku dalam persembunyian di kemah-Nya, Ia
mengangkat aku ke atas gunung batu.
SAUH BAGI JIWA
Nats : Ibrani 6:19
"Pengharapan itu sauh yang kuat dan aman bagi jiwa kita, yang telah dilabuhkan sampai ke belakang tabir ... "
Siapa yang tidak takut ketika harus menghadapi badai besar di tengah lautan? Angin dan ombak yang besar itu dapat membuat kapal yang kita tumpangi menjadi kandas. Pada saat seperti itulah sebuah sauh atau jangkar diturunkan ke dasar laut. Ukuran jangkar jelas sangat kecil bila dibandingkan dengan ukuran kapal, namun perannya sangat besar untuk menahan kapal dari terjangan ombak.
Alkitab mengibaratkan pengharapan kepada Tuhan seperti jangkar. Dengan jangkar itulah orang dapat bertahan dalam badai ketidakpastian hidup.
Seperti pengalaman Abraham. Istrinya sudah menopause dan dirinya juga sudah begitu tua. (Ibrani 6:15-18)
6:15 Abraham menanti dengan sabar dan dengan demikian ia memperoleh apa yang dijanjikan kepadanya.
6:16 Sebab manusia bersumpah demi orang yang lebih tinggi, dan sumpah itu menjadi suatu pengokohan baginya, yang mengakhiri segala bantahan.
6:17 Karena itu, untuk lebih meyakinkan mereka yang berhak menerima janji itu akan kepastian putusan-Nya, Allah telah mengikat diri-Nya dengan sumpah,
6:18 supaya oleh dua kenyataan yang tidak berubah-ubah, tentang mana Allah tidak mungkin berdusta, kita yang mencari perlindungan, beroleh dorongan yang kuat untuk menjangkau pengharapan yang terletak di depan kita.
Mungkinkah ia akan bisa mendapatkan keturunan seperti yang dijanjikan Tuhan? Penantian panjang ini seperti badai yang dapat menggoyahkan iman Abraham. Namun Alkitab mencatat, Abraham menanti dengan sabar (ayat 15). Mengapa? Karena Abraham tahu kepada Siapa ia meletakkan pengharapannya (ayat 16-18).
Penulis kitab Ibrani mendorong jemaat Tuhan yang mulai goyah imannya untuk memiliki pengharapan yang demikian (Ibrani 6: 11-12).
6:11 Tetapi kami ingin, supaya kamu masing-masing menunjukkan kesungguhan yang sama untuk menjadikan pengharapanmu suatu milik yang pasti, sampai pada akhirnya,
6:12 agar kamu jangan menjadi lamban, tetapi menjadi penurut-penurut mereka yang oleh iman dan kesabaran mendapat bagian dalam apa yang dijanjikan Allah.
Tuhan kita adalah Tuhan yang selalu menepati janji-Nya. Dia tidak pernah berdusta. Apakah kita sungguh meletakkan pengharapan kita kepada-Nya? Menanti memang adalah pekerjaan yang tidak menyenangkan, tetapi menanti adalah bukti kesungguhan iman dan pengharapan kepada Pribadi yang memberikan janji itu. Jangan berusaha menjawab pergumulan dengan cara kita sendiri. Jangan pernah meninggalkan pengharapan kita dalam Tuhan. Pengharapan itulah sauh bagi jiwa, yang akan menjaga kita untuk tidak goyah diombang-ambingkan badai kehidupan.
Kita dapat berharap pada janji-janji Tuhan, Karena kita tahu Dia yang menjanjikannya setia.
1 Tesalonika 5:24,
"Pengharapan itu sauh yang kuat dan aman bagi jiwa kita, yang telah dilabuhkan sampai ke belakang tabir ... "
Siapa yang tidak takut ketika harus menghadapi badai besar di tengah lautan? Angin dan ombak yang besar itu dapat membuat kapal yang kita tumpangi menjadi kandas. Pada saat seperti itulah sebuah sauh atau jangkar diturunkan ke dasar laut. Ukuran jangkar jelas sangat kecil bila dibandingkan dengan ukuran kapal, namun perannya sangat besar untuk menahan kapal dari terjangan ombak.
Alkitab mengibaratkan pengharapan kepada Tuhan seperti jangkar. Dengan jangkar itulah orang dapat bertahan dalam badai ketidakpastian hidup.
Seperti pengalaman Abraham. Istrinya sudah menopause dan dirinya juga sudah begitu tua. (Ibrani 6:15-18)
6:15 Abraham menanti dengan sabar dan dengan demikian ia memperoleh apa yang dijanjikan kepadanya.
6:16 Sebab manusia bersumpah demi orang yang lebih tinggi, dan sumpah itu menjadi suatu pengokohan baginya, yang mengakhiri segala bantahan.
6:17 Karena itu, untuk lebih meyakinkan mereka yang berhak menerima janji itu akan kepastian putusan-Nya, Allah telah mengikat diri-Nya dengan sumpah,
6:18 supaya oleh dua kenyataan yang tidak berubah-ubah, tentang mana Allah tidak mungkin berdusta, kita yang mencari perlindungan, beroleh dorongan yang kuat untuk menjangkau pengharapan yang terletak di depan kita.
Mungkinkah ia akan bisa mendapatkan keturunan seperti yang dijanjikan Tuhan? Penantian panjang ini seperti badai yang dapat menggoyahkan iman Abraham. Namun Alkitab mencatat, Abraham menanti dengan sabar (ayat 15). Mengapa? Karena Abraham tahu kepada Siapa ia meletakkan pengharapannya (ayat 16-18).
Penulis kitab Ibrani mendorong jemaat Tuhan yang mulai goyah imannya untuk memiliki pengharapan yang demikian (Ibrani 6: 11-12).
6:11 Tetapi kami ingin, supaya kamu masing-masing menunjukkan kesungguhan yang sama untuk menjadikan pengharapanmu suatu milik yang pasti, sampai pada akhirnya,
6:12 agar kamu jangan menjadi lamban, tetapi menjadi penurut-penurut mereka yang oleh iman dan kesabaran mendapat bagian dalam apa yang dijanjikan Allah.
Tuhan kita adalah Tuhan yang selalu menepati janji-Nya. Dia tidak pernah berdusta. Apakah kita sungguh meletakkan pengharapan kita kepada-Nya? Menanti memang adalah pekerjaan yang tidak menyenangkan, tetapi menanti adalah bukti kesungguhan iman dan pengharapan kepada Pribadi yang memberikan janji itu. Jangan berusaha menjawab pergumulan dengan cara kita sendiri. Jangan pernah meninggalkan pengharapan kita dalam Tuhan. Pengharapan itulah sauh bagi jiwa, yang akan menjaga kita untuk tidak goyah diombang-ambingkan badai kehidupan.
Kita dapat berharap pada janji-janji Tuhan, Karena kita tahu Dia yang menjanjikannya setia.
1 Tesalonika 5:24,
Ia yang memanggil kamu adalah setia, Ia juga akan menggenapinya.
Langganan:
Postingan (Atom)